Minggu, 23 Februari 2014


PADJADJARAN KINGDOM:
A NOVEL BY ADANG SETIANA
PALANGKA SRIMAN SRIWACANA
PART 6
Di alun2 luar, Panglima Surosowan dan para prajuritnya siap melaksanakan sholat maghrib. Sebagian berjaga di sekitarnya. ” Haiyalla shola .... haiyalla falla .... ”, muazin berhenti meneruskan qomat, ragu melanjutkan ketika terdengar riuh genderang perang di seberang benteng.
” Teruskan ”, perintah sang Panglima. Ketika qomat selesai, dia melanjutkan,” rapihkan dan luruskan shaft. Prajurit Surosowan, bada maghrib kita serbu mereka. Prajurit Surosowan, kita akan menunaikan sholat Isya di dalam keraton Pakuan”. Dia menghadap kiblat, arah barat.
” Allahu Akbar !”
” Allahu Akbar ....... ”, balas para prajurit yang menjadi mamum.
Tak ada kekhawatiran di hati Panglima, bukan hanya berserah diri kepada Allah, tetapi dia tahu jumlah pasukan dan kekuatan Pajajaran. Pajajaran sekarang tidak lagi sekuat dulu ketika para Panglima sebelumnya gagal merebut ibu kota Pakuan.
   Bada maghrib penyerbuan ibu kota Pakuan, Dayeuh dimulai. Dimulai dengan serbuan panah berapi, diikuti oleh pasukan yang membawa tombak dan tameng. Dengan mudah gerbang terbuka, tidak ada perlawanan berarti dari pasukan Pakuan. Mereka mundur ke arah keraton, sebagian melarikan diri, meloncati tembok, sebagian mati disambut tombak prajurit Surosowan yang sudah menunggu dibawah.
” Gila lu Men, berani amat ente ...” seorang prajurit Pakuan berdecak kagum melihat kawannya, yang dipanggil Emen tadi, meloncat tembok benteng, bergelosor ke bawah dan menumbak satu orang prajurit musuh sedang tangan kirinya menusukan pedang ke perut lawan yang satu lagi yang terperanjat ketika melihat loncatan Emen.
” Gue tadi terpeleset tahu gak ? ” Emen ketawa. Temannya terkekeh, tapi segera menutup mulut mereka takut kedengar musuh.
” Kita diperintahkan untuk menyelamatkan diri ”
” Ya, aku dengar sendiri perintah itu keluar dari bhayangkara Gagak Pacok”, Emen menyeringai.
” Tapi, kemana kita ?” mereka masih tengkurap, berfikir apa langkah selanjutnya. ” Kita mengendap menuju Cisadane, pura2 mati terapung bersama mayat lainnya. Nanti menepi di kelokan Rimba Mulya”. Ada ide juga akhirnya.
“ Terus mau kemana kita ?” Emen masih belum yakin rencana itu. Yang diyakininya adalah ide hanyut di Cisadane sangat brillian. Bagaimana tidak ? mereka berdua adalah mantan ojek perahu di Cisadane sebelum direkrut jadi prajurit.
“ Aku punya famili di sana, tenang we ente mah, pokokna jeung aing mah nyaho beres weh .....”. Dalam suasana sedih kehilangan teman sesama prajurit, sedih bakal hancurnya keraton Pakuan, mereka masih bisa bersyukur nyawanya tidak hilang.
*******

Tidak ada komentar:

Posting Komentar