Senin, 01 November 2010

ANDAI NABI NAMBAH SATU

40. HIDUP SETAHUN SEKALI

Sisha adalah kota kecil antara Makkah dengan Mina. Sisha boleh dikata Mina modern karena kalau di Mina hanya boleh didirikan tenda sedang di Sisha tumbuh aparteman yang berhimpitan. Seperti halnya Mina, Sisha hanya ramai pada saat musim haji, diluar itu seperti kota mati. Apartemen tempat kami nginap letaknya persis di depan masjid. Rasanya kami ada di Indonesia karena pengeras suara terdengar keras pada waktu adzan, sholat dan pengumuman lainnya.
Di depan apartemen ada yang jualan teh dan kopi serta camilan roti lengkap dengan tempat duduknya berupa bangku panjang mungkin meniru kafe kecil di Eropah tapi sayang angin bertiup kencang membawa debu yang bikin tidak nyaman nongkrong di luar. Usai sholat Isya kami menyaksikan pertengkaran dua orang Arab di kedai itu. Pertengkaran ala Arab cuma berteriak dan dorong mendorong tak terjadi pemukulan padahal kalau dari nada suaranya sudah sedemikian marah. Itu menurut ukuran kita karena kalau bicara mesrapun orang Arab seperti marah, beda dengan orang Prancis kalau marah seperti menasihati. Tidak akan terjadi pemukulan, karena siapa yang memukul duluan akan masuk penjara, menurut para pemandu perjalanan, wallahu alam. Penyebab pertengkaran bukan karena mereka mabuk, lagi lagi konon kabarnya karena pembagian hasil jualan tidak adil. Oooh .. rupanya mereka berdua berkongsi buka warung kopi tadi, urusan bagi hasil tidak kenal kompromi walau di musim haji sekalipun.



41. GAMBARAN SURGAKAH ?

Tidak kurang dari 2,5 juta manusia berkumpul di Arofah pada hari wukuf dengan kegiatan sholat, dzikir dan berdoa mohon ampunan Allah SWT atas dosa yang telah diperbuat. Memohon petunjuk dan bimbingan Ilahi atas kehidupan beragama, mohon perbaikan kehidupan duniawi dan kehidupan akherat sebagai tempat kembali. Terasa sekali kekhusuan bermunajat di Padang Arofah ini, walau tidur berhimpitan dalam tenda rasanya hati semakin lapang menerima Islam sebagai agama untuk kehidupan.
Saya merasa salut kepada penyelenggara perjalanan haji, dengan pengalaman bertahun tahun telah merancang tahapan perjalanan dengan mengantisipasi kondisi mendatang. Ketika pertama tiba di Makkah, kami menginap di Hilton yang jaraknya selangkah saja dari masjid Haram. Di Madinah kami menginap di hotel yang juga berbatasan langsung dengan halaman Masjid, kenyamanan hotel turun demikian juga menu makanannya, yang tetap adalah sekamar masih berempat. Di Sisha kami tinggal di apartemen sekamar diisi 6 orang, bertambah saudara baru 2 orang lagi. Tidak ada TV, satu kamar mandi untuk 15 orang, kualitas makananpun turun. Di Arofah kami tinggal di tenda untuk 65 pria, tidur berhimpitan dan harus antri kamar mandi yang merangkap toilet. Alhamdullilah, makanan sangat berlimpah walau harus sabar antri pada jam makan. Di Mina tidur di tenda yang lebih baik tapi semakin berhimpitan tidurnya, makan dan WC tetap antri. Maktab kami sangat dekat dengan tempat balang yang hanya berjarak 200 meter. Sebelum penerbangan kembali ke Jakarta kami menginap di Hotel Jeddah Intercontinental, sekamar berdua berpasangan untuk yang suami isteri, bisa istirahat cukup dan melepas rindu suami isteri.
Ada yang mengatakan perjalanan haji ibarat gambaran surga, semakin berat timbangan kebaikannya semakin nyaman menikmati kemewahan dan pelayanan di surga. Semakin besar kemampuan membayar ongkos perjalan haji dan bekal dollar yang cukup, semakin nyaman dan leluasa melaksanakan perjalanan haji kita. Perbanyaklah amal kebaikan untuk akherat, perbanyaklah bekal dan kemampuan untuk membayar ONH yang lebih nyaman. Amien.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar