Senin, 13 Desember 2010

WELLCOME TO THE WILD JUNGLE

Sore hari di KLIA (Kuala Lumpur International Airport), lengang untuk bandara internasional yang jadi banyak persinggahan, tidak lebih ramai dari bandara Soeta di Cengkareng. Ada 3 wanita duduk lesu di Gate H7.
” Ke jakarta mbak ?”
” Ke Colombo pak !” jawab mereka bertiga. ”mestinya berangkat jam 11 siang tadi ”.
Oh rupanya delay tokh. ” Lho kok ?”
” Dari Jakarta mestinya jam 5 pagi, tapi baru berangkat jam 9 ”. Mungkin saja mereka terlambat datang sehingga tertinggal dan harus menunggu flight jam 11 malam.

Mereka adalah TKW yang akan bekerja di Abu Dhabi berangkat dengan MAS. Mereka bilang kesulitan menemukan penerbangan konek ke Colombo, untung masih di KL yang masih bisa berkomunikasi dalam bahasa Indonesia.
Bertiga itu, 2 ibu rumah tangga dan satu masih lajang berasal dari daerah Tegal. Baru pertama kali ke Luar negri, mungkin juga baru pertama kali bepergian dengan pesawat terbang. Tak ada yang mengantar dari perusahaan pengirim, terbayang seperti memasuki rimba belantara yang buas.
Itulaj mungkin gambaran sebagaian besar TKI kita yang mencari penghidupan di negeri orang, karena terpaksa tak ada yang bisa diharapkan di negerinya sendiri, Perjuangan berat bagi dirinya untuk keluarga, membawa citra negara, dan hebatnya mereka disebut pahlawan devisa. Ah, seandainya saja ada petugas dari KBRI atau BP3TKI yang piket dibandara tempat transit TKI mungkin cerita heboh anggota DPR di Dubai tidak akan terjadi. Seandainya saja para TKI ini adalah golongan terdidik yang bekerja bukan sebagai pembantu RT, alangkah bangganya bangsa ini melihat TKI berdasi di setiap bandara menjadi tenaga ahli atau kaum profesional yang bekerja di LN. Mereka tidak lagi menyandang predikat babu indon, tapi ekspatriat dari Indonesia yang hebat (lamunan....).

Tak terbayangkan bagaimana mereka bisa cepat beradaptasi dengan majikan di negara baru, minim komunikasi dan minim skill. Penyiksaan, pembunuhan dan pelecehan terhadap TKI terjadi setiap hari, yang terkhabarkan hanyalah sebagian kecil dari persitiwa tersebut. Martabat bangsa ini rendah di mata mereka, dan bisa jadi terbawa kepada kita yang notabene sedang menjalankan tugas di negeri orang.
” Ah, bapak dari Indonkah ? di rumah pembantu saya juga dari Indon”, pertanyaan yang sering kudapat di setiap pertemuan ASEAN.
Banyak tulisan yang mengulas tentang TKI dan ini hanyalah secuil pengalaman yang kita temui diperjalanan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar