ARTIS TETAP LARIS
Artis tetap laris selagi popular maupun dalam fase
penurunan kepopuleran. Hidup di negri dimana penduduknya sangat suka opera
sabun (soap opera) sungguh menyenangkan. Artis bersaing dalam pilkada maupun
caleg legislative sudah memiliki kepopuleran tersendiri, dikenal masyarakat
luas sehingga banyak menghemat biaya kampanye. Dan yang lebih mencengangkan
banyak yang berhasil. Tidaklah heran kalau artis popular ini kemudian digandeng
sebagi pasangan cawagub atau cabup dan cawakot dan berhasil meraih suara
terbanyak.
Sebagai vote getter sosok artis memang mulai
digandrungi parpol semenjak era reformasi. Artis diperebutkan dan dipinang
parpol, siapa tahu malahan dengan imbalan, semoga tidak senaif itu. Menyedihkan
memang negri yang dinilai demokratis itu memiliki ekses yang tidak mendidik,
masyarakat memilih didasari kepopuleran sebagai pemain sinetron, penyanyi dan
sosok selebritis karena bagian dari idola ataupun bagian dari entertainment
masyarakat keseharian.
Bagi parpol tidaklah penting unsur pendidikan ini
karena mereka hanya memiliki target mengumpulkan suara sebanyak-banyaknya,
kualitas dan lain2 adalah pertimbangan kedua. Dalam masyarakat demokrasi dimana
kemiskinan dan gaya
hidup konsumerisme saling berdampingan, suara bisa dibeli dengan uang dan
fanatisme, fanatisme faham dan fanatisme idola. Lantas apa yang harus kita
khawatirkan ?
Lihatlah para artis yang menjadi anggota legislative
sejak era reformasi, tidaklah banyak kiprah dan sumbangsihnya sebagai law maker
? Kalaupun muncul di media tv memang sangat meyakinkan gaya dan cara bicaranya, itulah kelebihan
artis. Adakah contoh artis yang kemudian menjadi kepala eksekutif di daerah
berhasil menunjukkan kebolehannya sebagai birokrat ? Meragukan kalau kita mau
menyebut beberapa nama, tapi kebanyak “nyaris tak terdengar”. Boleh jadi perlu
dipertanyakan jangan2 mereka menjadi pendamping pilkada dengan imbalan materi,
semoga saja tidak senaif itu. Kalau benar sungguh sangat menyedihkan perjalanan
demokasi negri ini.
Artis juga manusia Pak, punya hak berpolitik, entah sebagai vote getter ataupun real politician. Seperti manajemen restoran, menu yg disajikan boleh saja dari yg light sampai yg heavy, tapi final decision ada di tamu (pemilih).
BalasHapusTerima kasih komentarnya, kita sangat berharap kiprah mereka lebih baik lagi karena trust masyarakat begiru besar untuk artis yang berhasil masuk senayan dan jadi jajaran eksekutif di pemda. salam aset
BalasHapus