Senin, 17 Februari 2014


PADJADJARAN KINGDOM: A STORY
PALANGKA SRIMAN SRIWACANA
PART 1

Ini bukan perang antara Islam dengan Hindu. Ini adalah perang untuk meneguhkan hegemoni, siapa yang paling berkuasa di pulau Jawa. Tahun 1527, Kerajaan Majapahit ditaklukan. Tahun 1546 Kerajaan Blambangan tumbang. Yang tersisa hanya Pajajaran, Kerajaan di tatar Sunda. Kesultanan Banten telah menguasai hampir seluruh wilayah pantai utara yang sebelumnya merupakan wilayah kekuasaan Pajajaran. Kota - kota pelabuhan, pusat perdagangan dan urat nadi ekonomi, kini dibawah kendali Surasowan. Pajajaran lumpuh sudah, tetapi penyerbuan ke  pusat Kerajaan Pajajaran harus dilakukan.

Dayeuh Pakuan (mei 1579)
         
Awan orografis tebal melekat di dinding Gunung Salak, pertanda akan hujan. Rancamaya dan Dayeuh Pakuan basah diguyur air dari langit.  Terdengar  bunyi sangkala, bendera biru dikibarkan, pasukan Surasowan ditarik mundur. Mereka kemudian berkumpul di alun-alun luar, dibawah pohon beringin yang besar.
Lokasi ini menjadi pusat komando penyerbuan, tempat berkumpulnya prajurit Banten yang datang melalui Sungai Cisadane. Perbekalan perang, perawatan prajurit yang luka, dan pengaturan strategi penyerbuan dibicarakan disini. Aman dari jangkauan panah prajurit Pakuan.   
          Panglima perang Surosowan memanggil tiga orang prajurit kepala sebagai pimpinan penyerbuan.  
” Panglima, benteng sisi barat sukar ditembus, kami kesulitan memanjat benteng yang curam”. Ada luka di lengan kirinya, tapi tidak terlalu parah.
” Kenapa sulit ditembus ?”
” Mereka menghujani kami dengan panah. Kami balas dengan panah api untuk membakar rumah penduduk di dalam benteng, dan berhasil menimbulkan kepanikan. Jumlah prajurit Pajajaran juga tidak banyak, kami perkirakan tidak lebih dari seratus orang, menaksir jumlah panah yang mereka arahkan ke kami ”, dia melanjutkan dengan sedikit rasa takut karena belum berhasil menembus masuk dayeuh bagian dalam.
” Lapor panglima !” seorang prajurit kepala langsung beringsut ke depan tanpa menunggu punggawa sebelumnya menyelesaikan laporan. Mungkin juga bermaksud membantu kawannya itu sebelum mendapat kemarahan panglimanya. ” Kami berhasil menebas dua prajurit lawan. Mereka tercerai berai dan mundur ke arah keraton. Tiga orang kami berhasil menyusup lewat melalui dua sungai kecil yang mengalir di benteng utara. Yang dimaksud prajurit itu adalah Sungai Cipakancilan dan Sungai Cibalok.
” Maksudmu ketiga prajurit itu diperintahkan menyusup untuk membantu mendobrak gerbang dari dalam ?”
” Siap Panglima”, sambil menganggukkan kepalanya.
” Dan, gerbang itu, kapan kita bisa menjebolnya ?” Panglima mengarahkan matanya kepada prajurit kepala yang paling berotot diantara ketiganya.
” Beberapa bagian gerbang sudah mulai rusak. Kami banyak kehilangan prajurit karena pasukan lawan terkonsentrasi di situ. Kami mohon pasukan tambahan untuk menggedor gerbang dan pasukan pemanah untuk mengacaukan lawan”.
Panglima mengangguk. Merenung sebentar, dan menghela napas panjang. ”Kita jeda dulu. Istirahatkan pasukan kalian, hujan ini tidak menguntungkan kita. Selanjutnya, penyerangan kita pusatkan di pintu gerbang tadi. Nanti malam !” Ketiga kepala prajurit meningalkan panglima menuju kelompoknya masing2.
Panglima Sorosowan melihat sekeliling, pandangan matanya berhenti ketika melihat ponggawa yang memakai gelang di pangkal tangan kananya.  
” Siap Panglima ”, dia menghampiri sambil memberi hormat.
” Perintahkan wakilmu untuk menemui Panglima Cirebon. Katakan malam ini kita masuk keraton Pakuan. Malam ini ! Pasukan Cirebon menggempur benteng di sisi Sungai Ciliwung, masuki gerbang yang ada di Taman Sari”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar