PADJADJARAN KINGDOM: A STORY
PALANGKA
SRIMAN SRIWACANA
PART 1
Ini bukan perang antara
Islam dengan Hindu. Ini adalah perang untuk meneguhkan hegemoni, siapa yang
paling berkuasa di pulau Jawa. Tahun 1527, Kerajaan Majapahit ditaklukan. Tahun
1546 Kerajaan Blambangan tumbang. Yang tersisa hanya Pajajaran, Kerajaan di
tatar Sunda. Kesultanan Banten telah menguasai hampir seluruh wilayah pantai
utara yang sebelumnya merupakan wilayah kekuasaan Pajajaran. Kota - kota pelabuhan,
pusat perdagangan dan urat nadi ekonomi, kini dibawah kendali Surasowan.
Pajajaran lumpuh sudah, tetapi penyerbuan ke pusat Kerajaan Pajajaran harus dilakukan.
Dayeuh Pakuan (mei 1579)
Awan orografis tebal melekat
di dinding Gunung Salak, pertanda akan hujan. Rancamaya dan Dayeuh Pakuan basah
diguyur air dari langit. Terdengar bunyi sangkala, bendera biru dikibarkan, pasukan
Surasowan ditarik mundur. Mereka kemudian berkumpul di alun-alun luar, dibawah
pohon beringin yang besar.
Lokasi ini menjadi pusat
komando penyerbuan, tempat berkumpulnya prajurit Banten yang datang melalui Sungai
Cisadane. Perbekalan perang, perawatan prajurit yang luka, dan pengaturan
strategi penyerbuan dibicarakan disini. Aman dari jangkauan panah prajurit
Pakuan.
Panglima
perang Surosowan memanggil tiga orang prajurit kepala sebagai pimpinan
penyerbuan.
” Panglima, benteng sisi
barat sukar ditembus, kami kesulitan memanjat benteng yang curam”. Ada luka di
lengan kirinya, tapi tidak terlalu parah.
” Kenapa sulit ditembus
?”
” Mereka menghujani kami
dengan panah. Kami balas dengan panah api untuk membakar rumah penduduk di
dalam benteng, dan berhasil menimbulkan kepanikan. Jumlah prajurit Pajajaran juga
tidak banyak, kami perkirakan tidak lebih dari seratus orang, menaksir jumlah
panah yang mereka arahkan ke kami ”, dia melanjutkan dengan sedikit rasa takut karena
belum berhasil menembus masuk dayeuh bagian dalam.
” Lapor panglima !”
seorang prajurit kepala langsung beringsut ke depan tanpa menunggu punggawa
sebelumnya menyelesaikan laporan. Mungkin juga bermaksud membantu kawannya itu
sebelum mendapat kemarahan panglimanya. ” Kami berhasil menebas dua prajurit
lawan. Mereka tercerai berai dan mundur ke arah keraton. Tiga orang kami
berhasil menyusup lewat melalui dua sungai kecil yang mengalir di benteng
utara. Yang dimaksud prajurit itu adalah Sungai Cipakancilan dan Sungai
Cibalok.
” Maksudmu ketiga
prajurit itu diperintahkan menyusup untuk membantu mendobrak gerbang dari dalam
?”
” Siap Panglima”, sambil
menganggukkan kepalanya.
” Dan, gerbang itu,
kapan kita bisa menjebolnya ?” Panglima mengarahkan matanya kepada prajurit
kepala yang paling berotot diantara ketiganya.
” Beberapa bagian
gerbang sudah mulai rusak. Kami banyak kehilangan prajurit karena pasukan lawan
terkonsentrasi di situ. Kami mohon pasukan tambahan untuk menggedor gerbang dan
pasukan pemanah untuk mengacaukan lawan”.
Panglima mengangguk.
Merenung sebentar, dan menghela napas panjang. ”Kita jeda dulu. Istirahatkan
pasukan kalian, hujan ini tidak menguntungkan kita. Selanjutnya, penyerangan
kita pusatkan di pintu gerbang tadi. Nanti malam !” Ketiga kepala prajurit
meningalkan panglima menuju kelompoknya masing2.
Panglima Sorosowan
melihat sekeliling, pandangan matanya berhenti ketika melihat ponggawa yang
memakai gelang di pangkal tangan kananya.
” Siap Panglima ”, dia
menghampiri sambil memberi hormat.
” Perintahkan wakilmu
untuk menemui Panglima Cirebon. Katakan malam ini kita masuk keraton Pakuan.
Malam ini ! Pasukan Cirebon menggempur benteng di sisi Sungai Ciliwung, masuki
gerbang yang ada di Taman Sari”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar